Provinsi Papua ?
Daerah Multi-SARA yang selalu akur ?
Gak salah tuh ?
Mungkin itulah pertanyaan
anda pertama kali, setelah anda membaca judul dari tulisan saya kali ini.
Sebagian orang
beranggapan Papua itu selalu diwarnai dengan Konflik, terutama konflik oleh
sebagian masyarakat asli yang ingin memisahkan diri dengan Pemerintah
Indonesia, serta konflik antar suku asli yang biasanya diliput langsung oleh
beberapa media cetak maupun elektronik. Ya, hal itu memang benar, tapi tahukah
anda,
bagaimana kehidupan bermasyarakat
antar suku di Papua ?
bagaimana kehidupan antar
agama di Papua ? dan
Bagaimana Penggolongan
masyarakat Papua ?.
Hal
itulah yang akan saya jelaskan pada Tulisanku kali ini. Namun yang pertama kali
saya jelaskan saat ini adalah mengenai :
Ø Kehidupan Bermasyarakat antar Suku di
Papua :
Penduduk di Papua ± 2,93
juta jiwa yang mendiami daerah yang cukup luas yaitu 309.904,4 km2
dengan kepadatan 9,1/km2, hal ini membuktikan jumlah penduduk papua
masih sangat sedikit jumlahnya, namun terdiri dari berbagai macam sub-Etnik
yang mendiami pulau ini. Masyarakat Papua umumnya terkenal sangat terbuka,
Toleransi dan menerima siapapun sebagai saudara hal ini yang menyebabkan
hubungan antara berbagai suku di Papua terjalin Harmonis.
Bukti lain akan hal ini,
terbukti dengan suksesnya program Transmigrasi antar penduduk yang di datangkan
dari berbagai pulau yang memiliki banyak penduduk ke pulau yang penduduknya
masih jarang (salah satu pulau tujuannya adalah Papua), hal ini bertujuan untuk
memeratakan pembangunan di segala aspek. Hal ini sangat berdampak positif
karena masyarakat Papua dapat berinteraksi langsung dengan masyarakat suku lain
yang menyebabkan timbunya rasa Toleransi dan kekeluargaan serta keterbukaan.
Inilah suku-suku di Papua
:
a.
Suku Asli Papua : Mencakup 52% penduduk di Papua,
yang terdiri dari ± (Lebih Kurang) 255 suku yang memiliki bahasa di tiap daerah
yang berbeda. Salah satu suku asli Papua yaitu, suku Biak (di Kab. Biak Numfor
& Supiori), suku Amugme dan Komoro (Kab. Mimika), Dani (Wamena), Asmat
(Agats/Asmat), Mee (Paniai), Tobati, Sentani, Ansus (Jayapura), Waropen
(Serui), Suku Marind,Muyu (Merauke),dll.
Bentuk
perkumpulan yang didirikanpun tidak mencakup antar suku sedaerah namun mencakup
suatu marga saja, contoh anggota dari
suatu marga yang perkumpulannya dibentuk, seperti perkumpulan Marga/Fam
Mandowen, Fam Rumbiak, Fam Kawer, dll.
b.
Suku Pendatang (Non-Papua) : Mencakup 48%
Penduduk di Papua, hal ini dikarenakan program Transmigrasi yang terus
berlanjut sampai saat ini. Suku-suku tersebut yaitu, Bugis, Makassar, Toraja
(Sulawesi Selatan), Jawa (Jateng, Jatim, Jogjakarta), Sunda (Jawa Barat), Batak
Toba,Simalungun, Karo, Mandailing, Nias (Sumut), Melayu (Sumatera), Minangkabau
(Sumbar), Dayak (Kalimantan), Banjar (Banjarmasin), Minahasa, Sanger (Sulut),
Bali (Bali), Alifuru, Ambon,Ternate, Kei, Tanimbar (Maluku), Sasak (NTB),
Flores, Timor, (NTT), Tionghoa, Buton (Sultra) dan etnik Tionghoa.
Bentuk
perkumpulan yang didirikan mencakup suatu suku di sebuah Provinsi/Kabupaten
asal suku tersebut, (contoh : IKMasKei (Ikatan Kerukunan Masyarakat Kei), IKT
(Ikatan Keluarga Toraja) Kawanua (Keluarga Masyarakat Minahasa),dll), bentuk
perkumpulan lain, ada yang terdiri dari dari beberapa suku yang berada dalam
suatu wilayah Provinsi (contoh : HKJM (Himpunan Keluarga Jawa Madura), KMB
(Keluarga Masyarakat batak), KKSS (Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan),
Flobamora (Flores,Sumba,Timor,Alor/NTT), IKMT (Ikatan Keluarga Maluku
Tenggara), dll), Namun ada juga perkumpulan yang terdiri dari beberapa marga
dari suatu Provinsi yang sama (contoh : Marga Silitonga, Siagian, Sianipar,
Panjaitan. Yang berasal dari keturunan marga yang sama).
Para
penduduk yang berasal dari berbagai macam etnis yang berada di Papua ini,
umumnya hidup saling berdampingan dan akur, meskipun seringkali ada
pertengkaran kecil, namun tidak pernah sampai meluas seperti beberapa konflik
di Indonesia yang dilatarbelakangi oleh konflik antarsuku. Bahkan mungkin hanya
di Papua, seorang pria bersuku Kei, dapat bertemu dan berkenalan dengan pria
ataupun wanita bersuku Ambon,Toraja, Jawa, Flores, Batak, Minahasa, Tionghoa,
Dayak, Buton, Bugis, Sunda, Bali, Melayu, bahkan penduduk asli Papua. Seorang
Pria Beragama Katolik dapat belajar indahnya Toleransi dan Budaya Silaturahmi
dengan agama lain diluar agamanya. seperti, Islam, Protestan, Hindu, Buddha,
dan Kong Hu Chu. Dan semuanya itu sama sekali tidak terpisahkan oleh golongan/kasta,
sebab Masyarakat Papua tidak mengenal adanya sistem penggolongan manusia/Kasta.
Inilah Indonesia yang sebenarnya, yang
terdiri dari berbagai macam Suku, Agama, Ras dan Golongan, Namun Semuanya
adalah satu, Satu Bangsa, Satu Bahasa, Satu Tanah Air. “Bhinneka Tunggal Ika”
(Etnik asal Timur
Tengah dan Bali)
(Suku Biak)
(Baju Ungu : suku Bugis, Baju Merah, garis-garis
Putih : suku Madura, Pakaian
Ulos/Kain Tenun di leher dan dijadikan selempang : suku Batak, memegang kipas : Suku
Buton)
(Suku Biak dengan
busana aslinya)
(mengenakan cawat atasan burung Chendrawasih : Suku Biak, 2 wanita berbaju
Ungu :Suku
Bugis, Wanita
pemakai rok Merah Muda : Suku Bali, wanita
Pakaian Coklat : Suku Flores,)
(Suku Mee, asal
Paniai, Papua)
(Suku Waropen)
(Suku Flores, Adonara)
(ujung : suku Batak,
Tengah : suku Toraja, belakang : Suku Dayak)
(busana Ungu : Suku Kei,
selempang merah gelap : Suku Tanimbar)
Refrensi :
ü
Document Pribadi
ü
Foto-foto :
a. Siswa-Siswi SMPN 1 Biak Kota, Thn 2011-2014
b. Temu Akrab, Orang Muda Katolik, 2013 di Serui
c. Siswa-siswi TK YPPK Sukaria, Biak Kota, 2003-2005
d. Siswa-siswi SD YPPK St. Yoseph 1, 2006-2011
e. Orang Muda Katolik, Paroki St. Maria Biak
f. Ikatan Keluarga Maluku Tenggara, Kabupaten Biak Numfor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar