Minggu, 16 Maret 2014



Provinsi Papua ?
Daerah Multi-SARA yang selalu akur ?
Gak salah tuh ?

Mungkin itulah pertanyaan anda pertama kali, setelah anda membaca judul dari tulisan saya kali ini.
Sebagian orang beranggapan Papua itu selalu diwarnai dengan Konflik, terutama konflik oleh sebagian masyarakat asli yang ingin memisahkan diri dengan Pemerintah Indonesia, serta konflik antar suku asli yang biasanya diliput langsung oleh beberapa media cetak maupun elektronik. Ya, hal itu memang benar, tapi tahukah anda,
bagaimana kehidupan bermasyarakat antar suku di Papua ?
bagaimana kehidupan antar agama di Papua ? dan
Bagaimana Penggolongan masyarakat Papua ?.
Hal itulah yang akan saya jelaskan pada Tulisanku kali ini. Namun yang pertama kali saya jelaskan saat ini adalah mengenai :

Ø  Kehidupan Bermasyarakat antar Suku di Papua :
Penduduk di Papua ± 2,93 juta jiwa yang mendiami daerah yang cukup luas yaitu 309.904,4 km2 dengan kepadatan 9,1/km2, hal ini membuktikan jumlah penduduk papua masih sangat sedikit jumlahnya, namun terdiri dari berbagai macam sub-Etnik yang mendiami pulau ini. Masyarakat Papua umumnya terkenal sangat terbuka, Toleransi dan menerima siapapun sebagai saudara hal ini yang menyebabkan hubungan antara berbagai suku di Papua terjalin Harmonis.
Bukti lain akan hal ini, terbukti dengan suksesnya program Transmigrasi antar penduduk yang di datangkan dari berbagai pulau yang memiliki banyak penduduk ke pulau yang penduduknya masih jarang (salah satu pulau tujuannya adalah Papua), hal ini bertujuan untuk memeratakan pembangunan di segala aspek. Hal ini sangat berdampak positif karena masyarakat Papua dapat berinteraksi langsung dengan masyarakat suku lain yang menyebabkan timbunya rasa Toleransi dan kekeluargaan serta keterbukaan.

Inilah suku-suku di Papua :
a.   Suku Asli Papua : Mencakup 52% penduduk di Papua, yang terdiri dari ± (Lebih Kurang) 255 suku yang memiliki bahasa di tiap daerah yang berbeda. Salah satu suku asli Papua yaitu, suku Biak (di Kab. Biak Numfor & Supiori), suku Amugme dan Komoro (Kab. Mimika), Dani (Wamena), Asmat (Agats/Asmat), Mee (Paniai), Tobati, Sentani, Ansus (Jayapura), Waropen (Serui), Suku Marind,Muyu (Merauke),dll.
Bentuk perkumpulan yang didirikanpun tidak mencakup antar suku sedaerah namun mencakup suatu marga saja, contoh  anggota dari suatu marga yang perkumpulannya dibentuk, seperti perkumpulan Marga/Fam Mandowen, Fam Rumbiak, Fam Kawer, dll.

b.   Suku Pendatang (Non-Papua) : Mencakup 48% Penduduk di Papua, hal ini dikarenakan program Transmigrasi yang terus berlanjut sampai saat ini. Suku-suku tersebut yaitu, Bugis, Makassar, Toraja (Sulawesi Selatan), Jawa (Jateng, Jatim, Jogjakarta), Sunda (Jawa Barat), Batak Toba,Simalungun, Karo, Mandailing, Nias (Sumut), Melayu (Sumatera), Minangkabau (Sumbar), Dayak (Kalimantan), Banjar (Banjarmasin), Minahasa, Sanger (Sulut), Bali (Bali), Alifuru, Ambon,Ternate, Kei, Tanimbar (Maluku), Sasak (NTB), Flores, Timor, (NTT), Tionghoa, Buton (Sultra) dan etnik Tionghoa.
Bentuk perkumpulan yang didirikan mencakup suatu suku di sebuah Provinsi/Kabupaten asal suku tersebut, (contoh : IKMasKei (Ikatan Kerukunan Masyarakat Kei), IKT (Ikatan Keluarga Toraja) Kawanua (Keluarga Masyarakat Minahasa),dll), bentuk perkumpulan lain, ada yang terdiri dari dari beberapa suku yang berada dalam suatu wilayah Provinsi (contoh : HKJM (Himpunan Keluarga Jawa Madura), KMB (Keluarga Masyarakat batak), KKSS (Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan), Flobamora (Flores,Sumba,Timor,Alor/NTT), IKMT (Ikatan Keluarga Maluku Tenggara), dll), Namun ada juga perkumpulan yang terdiri dari beberapa marga dari suatu Provinsi yang sama (contoh : Marga Silitonga, Siagian, Sianipar, Panjaitan. Yang berasal dari keturunan marga yang sama).

Para penduduk yang berasal dari berbagai macam etnis yang berada di Papua ini, umumnya hidup saling berdampingan dan akur, meskipun seringkali ada pertengkaran kecil, namun tidak pernah sampai meluas seperti beberapa konflik di Indonesia yang dilatarbelakangi oleh konflik antarsuku. Bahkan mungkin hanya di Papua, seorang pria bersuku Kei, dapat bertemu dan berkenalan dengan pria ataupun wanita bersuku Ambon,Toraja, Jawa, Flores, Batak, Minahasa, Tionghoa, Dayak, Buton, Bugis, Sunda, Bali, Melayu, bahkan penduduk asli Papua. Seorang Pria Beragama Katolik dapat belajar indahnya Toleransi dan Budaya Silaturahmi dengan agama lain diluar agamanya. seperti, Islam, Protestan, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu. Dan semuanya itu sama sekali tidak terpisahkan oleh golongan/kasta, sebab Masyarakat Papua tidak mengenal adanya sistem penggolongan manusia/Kasta. 
Inilah Indonesia yang sebenarnya, yang terdiri dari berbagai macam Suku, Agama, Ras dan Golongan, Namun Semuanya adalah satu, Satu Bangsa, Satu Bahasa, Satu Tanah Air. “Bhinneka Tunggal Ika”

    

(Etnik asal Timur Tengah dan Bali)
 
(Suku Biak)
 
 (Baju Ungu : suku Bugis, Baju Merah, garis-garis Putih : suku Madura, Pakaian Ulos/Kain Tenun di leher dan dijadikan selempang : suku Batak, memegang kipas : Suku Buton)

 
(Suku Biak dengan busana aslinya)
 
(mengenakan cawat atasan burung Chendrawasih : Suku Biak, 2 wanita berbaju Ungu :Suku Bugis, Wanita pemakai rok Merah Muda : Suku Bali, wanita Pakaian Coklat : Suku Flores,)

 
 (Suku Mee, asal Paniai, Papua)

(Suku Aceh)
 
 (Suku Waropen)

(Suku Flores, Adonara)


 
(ujung : suku Batak, Tengah : suku Toraja, belakang : Suku Dayak)

 
(busana Ungu : Suku Kei, selempang merah gelap : Suku Tanimbar)



Refrensi :
ü  Document Pribadi
ü  Foto-foto :    
a.  Siswa-Siswi SMPN 1 Biak Kota, Thn 2011-2014
b.  Temu Akrab, Orang Muda Katolik, 2013 di Serui
c.  Siswa-siswi TK YPPK Sukaria, Biak Kota, 2003-2005
d.  Siswa-siswi SD YPPK St. Yoseph 1, 2006-2011
e.  Orang Muda Katolik, Paroki St. Maria Biak
f.  Ikatan Keluarga Maluku Tenggara, Kabupaten Biak Numfor























Tidak ada komentar:

Posting Komentar