Posted by
jhonn neny Posted on 4:24 vm. with No comments
Sebelum memasuki masa Trihari Paskah (Triduum Paschale, TP) Gereja mengalami
suatu masa tobat dan puasa yang disebut dengan Masa Prapaskah (Tempus
Quadragesimae, TQ). Pada hari-hari terakhir Masa Prapaskah dan menjelang
Trihari Paskah masih terdapat suatu masa yang cukup penting, yakni Pekan Suci
(Hebdomada Sancta, HS). Pekan Suci diawali dengan Misa Pengenangan Sengsara
Tuhan pada perayaan Minggu Palma atau Minggu Sengsara. Kamis Putih menjelang
Misa Perjamuan [Malam] Tuhan sekaligus merupakan akhir Masa Prapaskah dan Pekan
Suci. Selama Trihari Paskah Gereja merayakan misteri-misteri terbesar karya
penebusan. Perayaan Trihari Paskah merupakan puncak Tahun Liturgi. Rangkaian
Trihari Paskah itu dimulai dengan Misa Perjamuan Tuhan pada Kamis Putih sore
dan berakhir dengan Ibadat Sore II Hari Minggu Paskah. Saat-saat itu Gereja
mengenangkan peristiwa penyaliban (sengsara), pemakaman (wafat), dan
kebangkitan Kristus. Ada satu garis ritual yang utuh: awal, puncak, dan
penutup.
Tulisan ini hanya ingin menyampaikan kekayaan perayaan-perayaan liturgis Pekan
Suci dan Trihari Paskah itu dalam cara yang amat sederhana. Ibaratnya seorang
siswa atau mahasiswa yang membuat catatan ringkas hal-hal penting yang perlu
diingatnya sebelum menghadapi ujian. Cara ini mungkin akan membantu, mudah
dijadikan sebagai pegangan sebelum kita mempersiapkan liturgi-liturgi Pekan
Suci dan Trihari Paskah yang biasanya amat menyita pikiran, tenaga, dan waktu
kita. Maka dari itu setiap hari liturgis akan dijelaskan secara cukup rinci to
the point, lengkap dengan hal-hal penting yang perlu diketahui. Pemaparan
beranjak dari makna, ketentuan liturgis, susunan liturgi, bacaan-bacaan
liturgis, hingga unsur-unsur khas masing-masing.
Sebuah bagan (lihat berikut ini) akan membantu kita untuk lebih dapat memahami
tempat Pekan Suci dan Trihari Paskah (Hari Liturgis) dalam konteks penghitungan
waktu profan, waktu sebagaimana kebanyakan orang memahaminya (Hari Umum). Masih
banyak yang kurang tepat dalam menghitung. Hari-hari apa saja sesungguhnya yang
termasuk dalam masa Pekan Suci dan Trihari Paskah? Kapan Pekan Suci dan Trihari
Paskah itu dimulai dan diakhiri?
Jenis-jenis kegiatan umat, baik yang liturgis maupun paraliturgis, juga kami
cantumkan (Kegiatan Liturgis/Paraliturgis). Tentu saja yang kami tampilkan
adalah yang kurang lebih ideal, jenis-jenis kegiatan yang sebaiknya dilakukan
pada hari-hari tertentu karena mengandung makna yang selaras, tidak rancu, dan
menjaga alur perayaan selama beberapa hari liturgis yang istimewa itu. Yang
ideal memang tidak atau belum selalu berarti yang dipraktikkan juga oleh umat
atau Gereja di paroki-paroki selama Pekan Suci dan Trihari Paskah. Kegiatan-kegiatan
liturgis selama Pekan Suci dan Trihari Paskah amat beragam dan kaya simbolisme.
Tanpa mengecilkan arti keberadaan yang lain, kegiatan liturgis utama (nomer
tebal: 1, 4, 5, 7, 10, 11) yang biasanya dibanjiri umat tentu amat perlu kita
perhatikan secara khusus. Meskipun hanya menyebutkan dan tanpa menguraikan,
kegiatan-kegiatan paraliturgis juga kami tampilkan, karena kegiatan-kegiatan
semacam itu masih dikenal dan dirindukan umat. Terlebih, kegiatan paraliturgis
tetap diharapkan membantu penghayatan umat akan perayaan liturgis, terutama
spiritualitas yang terkandung di dalamnya.
Garis-garis terputus di bawah nama Hari Umum menandakan batas antara hari umum
yang sebelum dengan yang berikutnya. Masa Trihari Paskah dibingkai dengan garis
ganda. Di dalamnya, garis-garis terputus di bawah tulisan Hari Liturgis
menandakan batas Hari Umum. Berarti juga bahwa kegiatan-kegiatan
liturgis/paraliturgis dapat berlangsung selama masa transisi dari hari yang
satu ke hari berikutnya.
Uraian dari hari ke hari selama Pekan Suci dan Trihari Paskah dapat diikuti
dalam bagian-bagian berikut. Perayaan-perayaan liturgis Pekan Suci dan Trihari
Paskah yang akan diutamakan karena memang hanya itulah cakupan tulisan ini.
A. MINGGU PALMA: MISA PENGENANGAN SENGSARA TUHAN
1. Makna:
a. Pekan Suci dimulai pada hari Minggu Prapaskah VI atau biasa disebut dengan
Minggu Palma atau Minggu Sengsara, karena untuk mengenangkan sengsara Tuhan.
Minggu Palma adalah pintu masuk Pekan Suci. Pada hari-hari selama Pekan Suci
kita diajak mengenangkan satu peristiwa penebusan lewat sengsara, wafat, dan
kebangkitan sekaligus. Setiap perayaan liturgis tetap mengandung unsur-unsur
penebusan itu.
b. Perayaan Ekaristi diadakan sebagai pengenangan akan sengsara Tuhan, namun
pewartaan sengsara Tuhan itu dikaitkan dengan perayaan kejayaan-Nya sebagai
seorang Raja. Misa Pengenangan Sengsara Tuhan itu diawali dengan pengenangan
akan peristiwa Kristus memasuki kota Yerusalem sebagai Almasih.
c. Bagi orang kristiani Masa Prapaskah harus menuju suatu perjalanan menuju
Yerusalem, yakni menghadapi kematian dan kebangkitan Kristus. Masa Prapaskah
ibarat suatu eksodus baru, meninggalkan tanah pembuangan menuju Yerusalem,
menyongsong Paskah Kristus.
2. Ketentuan liturgis:
a. Misa sudah dapat diselenggarakan pada Sabtu sore.
b. Warna liturgi: merah.
c. Tempatnya di luar dan kemudian di dalam gedung gereja. Ritus perarakan
meriah dilakukan di luar gedung dan Liturgi Sabda hingga Ritus Penutup di dalam
gedung gereja. Untuk ritus perarakan sederhana dapat dilangsungkan dari bagian
depan gedung gereja.
d. Perarakan dari luar gereja menurut cara I (Perarakan) diselenggarakan satu
kali saja, terutama pada kesempatan yang dihadiri paling banyak umat.
e. Untuk cara II (Meriah) dapat dilaksanakan mulai dari pintu atau bagian depan
gereja, lalu perarakan berlangsung di dalam gedung gereja.
f. Untuk cara III (Sederhana), karena tanpa perarakan, maka cukup diawali
dengan nyanyian pembukaan dan dilanjutkan dengan Seruan Tobat, lalu Doa Pembuka
Misa.
g. Untuk ritus perarakan Imam Selebran mengenakan korkap atau kasula warna
merah. Jika mengenakan korkap, maka setelah perarakan-menjelang liturgi Sabda
harus berganti, memakai kasula merah.
h. Secara historis daun palma, daun zaitun, daun lainnya, dan juga
ranting-ranting dibawa umat dalam perarakan. Hingga kini jenis daun apa pun
tidaklah dilarang untuk dibawa demi memeriahkan perarakan tersebut. Setelah
Misa daun-daun itu dapat dibawa pulang dan disimpan di rumah masing-masing
sebagai tanda kejayaan Kristus. Biasanya kemudian dipasang pada salib-salib
Kristus di rumah.
i. Sebelum dibawa dalam perarakan, sebaiknya daun-daun itu dikumpulkan pada
satu meja untuk diberkati. Setelah diberkati barulah dibagikan kepada umat yang
hendak berarak mengikuti rombongan Imam.
j. Para pastur dan penanggung jawab liturgi harus berusaha sungguh-sungguh
untuk menjamin agar perarakan itu dipersiapkan dan dilaksanakan sedemikian rupa
sehingga dapat bermakna bagi hidup umat.
k. Jika terpaksa tidak dapat diselenggarakan Misa, maka dapatlah diadakan
Ibadat Sabda saja, dengan tema “Yesus memasuki Yerusalem dan kesengsaraan-Nya”.
3. Susunan liturgi:
- Ritus Pembuka: Perarakan masuk, Tanda Salib-Salam, Pengantar, Pemberkatan
Palma, Bait Pengantar Injil, Bacaan Injil, Homili Singkat, Perarakan Palma
menuju gereja, Doa Pembuka di dalam gereja
- Liturgi Sabda: Bacaan I, Mazmur Tanggapan, Bacaan II, Bait Pengantar Injil,
Pewartaan Injil, Homili, Syahadat (Credo), Doa Umat
- Liturgi Ekaristi
- Ritus Penutup
4. Bacaan:
1. Ritus Perarakan Palma:
Injil: Kisah Yesus masuk Yerusalem.
Tahun A: Matius 21:1-11; B: Markus 11:1-10 atau Yohanes 12:12-16; C: Lukas
19:28-40.
2. Misa - Liturgi Sabda:
a. Yesaya 50:4-7: Hamba Yahwe yang rela disiksa dan tabah.
b. Filipi 2:6-11: Yesus yang merendahkan diri dan dimuliakan Allah.
c. Injil: Kisah Sengsara Yesus Kristus Tuhan kita.
Tahun A: Matius 26:14-27:66 (panjang) atau 27:11-54 (singkat);
B: Markus 14:1-15:47 (panjang) atau 15:1-39 (singkat);
C: Lukas 22:14-23:56 (panjang) atau 23:1-49 (singkat).
5. Unsur khas:
a. Ritus Perarakan Palma menjadi Ritus Pembuka. Di dalamnya, sebelum perarakan
dibacakan Injil yang mengisahkan peristiwa Yesus masuk Yerusalem. Sebelum
pembacaan Injil ada pemberkatan daun-daun palma, baik dengan tanda salib maupun
air suci.
b. Perarakan Yesus masuk Yerusalem dikenangkan dengan cara perarakan meriah
dihiasi daun-daun palma yang dibawa oleh umat, mengikuti rombongan Imam dan
para petugas liturgis lainnya.
c. Selama perarakan semua yang hadir menyanyikan lagu-lagu yang sesuai dengan
tema, teristimewa dari Mazmur 23 dan 46, nyanyian khusus untuk menghormati
Kristus sebagai Raja.
d. Pembawaan Kisah Sengsara harus diberi tempat istimewa dengan cara
menyanyikannya atau membacakannya seturut cara tradisional, yakni oleh tiga
orang (sebagai Kristus, Rakyat, Pencerita). Jika dinyanyikan peran Kristus
sebaiknya dibawakan oleh Imam Selebran, diakon, atau petugas yang layak. Bila
dibacakan, maka peran Kristus harus dibawakan oleh Imam.
e. Pembawaan Kisah Sengsara tanpa didampingi lilin dan dupa, juga tanpa tanda
salib pada Buku Injil dan diri masing-masing.
B. SEBELUM TRIHARI PASKAH: MISA KRISMA
1. Makna:
Gereja partikular (keuskupan) berkumpul bersama untuk memberkati minyak yang
akan digunakan di gereja-gereja paroki pada waktu pembaptisan di misa Malam
Paskah. Misa ini merupakan tanda kesatuan Gereja keuskupan, di mana Uskup dan
seluruh perangkat keuskupannya, tak ketinggalan umat beriman, berkumpul untuk
menyiapkan minyak kudus yang akan diberikan kepada para baptisan-baru.
2. Ketentuan liturgis:
a. Dirayakan sebelum Misa Perjamuan Tuhan sore atau hari lain dalam Pekan Suci,
sebelum Trihari Paskah.
b. Warna liturgi: putih, meskipun misa ini masih terhitung berlangsung pada
Masa Prapaskah (ungu).
c. Tempatnya di gereja Katedral atau karena alasan pastoral boleh juga di
tempat lain yang punya keistimewaan bagi keuskupan.
3. Susunan liturgi:
- Ritus Pembuka: Perarakan, Tanda Salib dan Salam, Kata Pengantar, Ritus Tobat,
Madah Kemuliaan, Doa Pembuka
- Liturgi Sabda: Bacaan I, Mazmur Tanggapan, Bacaan II, Bait Pengantar Injil,
Bacaan Injil, Homili.
- Pembaruan Janji Imamat
- Liturgi Pemberkatan Minyak: Perarakan, Pemberkatan bergantian: Minyak
Pengurapan Orang sakit, Minyak Katekumen, Minyak Krisma.
- Liturgi Ekaristi
- Ritus Penutup
4. Bacaan:
a. Yesaya 61:1-3a.6a.8b-9: Tuhan telah mengurapiku dan mengutusku untuk
mewartakan kabar gembira bagi kaum miskin.
b. Wahyu 1:5-8: Kristus mengangkat dari antara kita, raja dan imam bagi Bapa.
c. Lukas 4:16-21: Roh Tuhan di atas-Ku, Ia mengurapi Aku.
5. Unsur khas:
a. Uskup bersama para imam yang berkarya di keuskupannya berkumpul dan
memperbarui janji imamat.
b. Pemberkatan minyak-minyak (katekumen, krisma, pengurapan orang sakit),
khususnya minyak krisma yang akan dipakai untuk membaptis pada Misa Malam Paskah.
c. Misa Pontifikal: dalam Misa Agung yang dipimpin Uskup ini hendaknya seluruh
peran liturgis yang ada dikerahkan untuk ikut ambil bagian di dalamnya, supaya
citra seluruh keuskupan terlukiskan secara utuh.
C. KAMIS PUTIH: MISA PERJAMUAN TUHAN
1. Makna:
a. Hari Kamis Putih: Hari ini adalah hari terakhir masa Prapaskah. Suasana
pertobatan masih berlaku di sini. Maka, Kamis Putih pagi hari masih boleh
diadakan Sakramen Rekonsiliasi/Tobat/Pengakuan dosa, namun sebaiknya sakramen
ini sudah tidak diadakan lagi selama Trihari Paskah, meskipun tidak dilarang.
Misa Krisma sebaiknya diadakan pada Kamis Putih pagi, namun karena alasan
pastoral dapat dipindah pada hari-hari sebelumnya.
b. Misa Perjamuan Tuhan: Gereja memulai Trihari Paskah dan memperingati perjamuan
malam terakhir Tuhan (pendirian/institusi Sakramen Ekaristi). Saat itu Yesus
mempersembahkan Tubuh dan Darah-Nya sendiri dalam rupa roti dan anggur yang
diberikan-Nya kepada para murid-Nya (perintah cinta persaudaraan). Yesus juga
memerintahkan mereka dan para penggantinya dalam imamat untuk melestarikan
kurban itu (tugas sakramen imamat).
2. Ketentuan liturgis:
a. Misa dirayakan sore hari, sesuai dengan keadaan setempat agar seluruh umat
dapat hadir sepenuhnya; namun jika amat mendesak Uskup setempat dapat
mengijinkan diadakan pada pagi hari bagi umat yang memang sungguh tidak mungkin
hadir pada sore hari.
b. Tidak diadakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok, dan tidak merugikan
Misa utama, juga tidak boleh mengadakan Misa ini tanpa kehadiran umat.
c. Warna liturgi: putih, kuning, atau emas.
d. Sebelum Misa, jika ada tabernakel di tempat yang akan dipakai untuk Misa,
tabernakel itu harus sudah dikosongkan.
e. Hosti-hosti baru disediakan untuk diberkati dan disantap pada Misa itu, juga
untuk komuni pada Ibadat Jumat Agung esoknya.
f. Sakramen Mahakudus disimpan dalam tabernakel atau piksis atau sibori,
janganlah sekali-kali dalam monstrans.
g. Tempat menyimpan Sakramen Mahakudus itu haruslah dihiasi secara sederhana
(tidak berlebihan) untuk keperluan adorasi dan meditasi; namun jangan berupa
kubur/makam, karena tempat itu semata-mata hanya untuk “menyimpan” Sakramen
Mahakudus, bukan untuk “mengenangkan” pemakaman Tuhan.
h. Seusai Misa dilanjutkan dengan adorasi kepada Sakramen Mahakudus tadi, namun
setelah jam 24.00 jangan ada lagi kemeriahan lahiriah dalam beradorasi kepada
Sakramen Mahakudus, karena hari kesengsaraan Tuhan sudah dimulai.
i. Pemindahan Sakramen Mahakudus tidak perlu diadakan jika Ibadat Pengenangan
Sengsara Tuhan (Jumat Agung) tidak akan diadakan di tempat yang sama.
j. Setelah Misa hendaknya setiap salib di dalam gereja diselubungi kain merah
atau ungu, kecuali bila sudah diselubungi sebelumnya (sejak awal Masa
Prapaskah/Rabu Abu atau sejak hari Sabtu sebelum Minggu Prapaskah V); di depan
patung-patung orang kudus juga tidak boleh dinyalakan lampu.
3. Susunan liturgi:
- Ritus Pembuka: (seperti biasa: Perarakan, Tanda Salib-Salam, Pengantar, Ritus
Tobat, Kemuliaan, Doa Pembuka)
- Liturgi Sabda: Bacaan I, Mazmur Tanggapan, Bacaan II, Bait pengantar Injil,
Pewartaan Injil, Homili, Ritus Pembasuhan kaki, Doa Umat
- Liturgi Ekaristi (biasa)
- Perarakan Sakramen Mahakudus
- Adorasi dan meditasi di hadapan Sakramen Mahakudus
4. Bacaan:
a. Keluaran 12:1-8, 11-14: Paskah orang-orang Yahudi.
b. 1 Korintus 11:23-26: Pewartaan kematian Tuhan lewat makan roti dan minum
dari piala.
c. Yohanes 13:1-15: Perintah untuk saling mencintai dan melayani.
5. Unsur khas:
a. Selama dinyanyikan “Kemuliaan” lonceng gereja boleh dibunyikan sejauh tidak
mengganggu keindahan lagu itu sendiri (setelahnya lonceng baru akan dibunyikan
lagi pada Malam Paskah).
b. Sesudah homili ada ritus pembasuhan kaki keduabelas wakil umat (biasa
disebut ritus Mandatum), simbol pelayanan dan cinta kasih Yesus Kristus.
Tradisi ini harus dipertahankan dan diterangkan maknanya kepada umat.
c. Kolekte, derma-derma untuk orang miskin, atau hasil APP (Aksi Puasa
Pembangunan) dapat diantar ke altar pada saat persiapan persembahan, mengiringi
persembahan roti dan anggur.
d. Setelah Doa Sesudah Komuni diadakan pemindahan hosti-hosti (Sakramen
Mahakudus) dalam sibori (bukan monstrans!) yang dibawa oleh Imam. Perarakan
Sakramen Mahakudus ini diiringi lagu (misalnya: Tantum Ergo) dan diselingi
penyembahan-penyembahan (berlutut) oleh umat yang ditandai bunyi (klothokan)
kayu (bukan suara logam, mis: lonceng).
e. Tidak ada berkat dan pengutusan, lalu Imam dibantu para petugas menanggalkan
kain-kain altar dan semua rangkaian bunga di panti imam.
f. Umat dianjurkan untuk bersembah sujud, berdoa, dan merenung (Injil Yohanes
13-17) di depan Sakramen Mahakudus, baik secara pribadi maupun dalam kelompok,
entah secara bersama atau bergantian.
D. JUMAT AGUNG: PERAYAAN PENGENANGAN SENGSARA TUHAN
1. Makna:
a. Hari Jumat Agung: Hari ini ditetapkan sebagai hari laku tapa dan tobat
dengan kewajiban berpantang dan berpuasa bagi seluruh anggota Gereja. Hari ini
disebut sebagai hari puasa Paskah karena sudah termasuk dalam rangkaian Trihari
Paskah; dibedakan dengan hari-hari puasa Prapaskah (40 hari). Sudah dimulai
sejak Kamis malam, hingga menjelang Sabtu Malam Paskah. saat itu Sang Pengantin
Pria sudah meninggalkan Gereja, maka kita pun berpuasa.
b. Perayaaan atau Ibadat Pengenangan Sengsara Tuhan: Gereja merenungkan
kesengsaraan Kristus, menghormati salib, merenungkan asal-usulnya, yakni dari
lambung Kristus yang tergantung di kayu salib, serta mendoakan keselamatan
seluruh dunia.
2. Ketentuan liturgis:
a. Tidak ada perayaan Ekaristi, namun komuni kudus dibagikan kepada umat hanya
dalam Ibadat Pengenangan Sengsara Tuhan (kecuali untuk orang-orang
sakit/viatikum).
b. Perayaan dimulai pada jam 15.00, atau karena alasan pastoral boleh juga
tidak lama setelah jam 12.00. Jangan sesudah jam 21.00.
c. Tatacara dan urutan Ibadat (Liturgi Sabda, Ritus Penghormatan Salib, Ritus
Komuni) harus ditaati dengan setia dan tertib.
d. Warna liturgi: merah.
e. Semua bacaan (Pertama dan Kedua) harus dibacakan. Mazmur Tanggapan dan Bait
Pengantar Injil dinyanyikan. Pewartaan Injil tentang Kisah Sengsara (Yohanes)
dinyanyikan atau dibacakan oleh (para) diakon atau petugas yang layak.
Sesudahnya Imam Selebran memberi homili, lalu hening sejenak.
f. Dilarang merayakan sakramen apa pun pada hari ini, kecuali sakramen
rekonsiliasi dan pengurapan orang sakit. Upacara pemakaman pun harus
dilaksanakan tanpa nyanyian, musik, atau bunyi lonceng.
g. Sangat dianjurkan agar umat diajak ikut merayakan Ibadat Bacaan dan Ibadat
Pagi di gereja.
h. Hanya satu salib boleh dipergunakan untuk penghormatan itu, agar salib itu
sungguh-sungguh mendukung simbolisasi ritualnya. Penghormatan pribadi dapat
dilakukan secara bersama-sama.
i. Setelah Ibadat selesai altar dikosongkan kembali. Salib yang dihormati tadi
tetap di tempatnya dengan didampingi empat lilin. Boleh juga dipindahkan ke
tempat khusus di dalam gereja yang dihiasi, agar umat dapat kembali menghormati
dan berdoa/meditasi secara pribadi di hadapan salib itu.
j. Bentuk-bentuk devosi yang berkaitan dengan kesengsaraan Yesus dapat diadakan
untuk mengisi waktu-waktu hening hingga Sabtu Suci siang. Misalnya: Ibadat
Jalan salib, perarakan Salib (drama penyaliban), devosi tujuh sabda Yesus di
salib, dsb. Devosi-devosi itu janganlah bertentangan dengan suasana liturgis
masa itu. Devosi dimaksudkan untuk mengantar kepada kepenuhan liturgi.
3. Susunan liturgi:
- Ritus Pembuka: Perarakan hening, Penghormatan Altar, Doa
- Liturgi Sabda: Bacaan I, Mazmur Tanggapan, Bacaan II, Bait Pengantar Injil,
Pewartaan Injil: Kisah Sengsara, Doa Umat Meriah
- Ritus Penghormatan Salib Suci
- Ritus Komuni: Bapa Kami, Pemecahan Roti, Pembagian Komuni, Doa Sesudah Komuni
- Ritus Penutup: Berkat (Doa atas Umat), Perarakan hening
4. Bacaan:
a. Yesaya 52:13-53:12: Hamba yang disiksa karena dosa-dosa kita.
b. Ibrani 4:14-16; 5:7-9: Ketaatan Yesus demi keselamatan kita.
c. Yohanes 18:1-19:42: Kisah sengsara Tuhan.
5. Unsur khas:
a. Imam dan para petugas berarak memasuki ruang Ibadat tanpa iringan, tanpa
nyanyian. Lalu mereka menghormati altar dengan cara merebahkan diri di depannya
(simbol pernyataan kefanaan manusia).
b. Pewartaan (proklamasi) Injil tentang Kisah Sengsara Tuhan hendaknya
dibawakan dengan cara sesuai dengan hakikatnya (liturgis), yakni Yesus sendiri
yang bersabda. Bukanlah suatu tafsiran dramatik kisah sengsara itu (kateketis),
yang tidak menyimbolkan “Allah bersabda”. Jika dibawakan oleh para diakon atau
awam, mereka meminta berkat dulu kepada Imam Selebran sebelum membawakan Kisah
Sengsara.
c. Doa Umat Meriah dibawakan secara khusus, baik secara kuantitatif (ada 10
ujud panjang) maupun kualitatif (dibacakan dan dinyanyikan). Ujud-ujud doa itu
adalah untuk Gereja, Paus, para klerus dan awam, para calon baptis, kesatuan
umat kristiani, bangsa Yahudi, mereka yang tidak percaya akan Kristus, yang
tidak percaya akan Allah, semua pegawai umum, dan untuk mereka yang
berkekurangan. Jika dirasa perlu, uskup dapat mengijinkan untuk menambahkan
ujud khusus yang menyangkut kepentingan umat.
d. Penghormatan Salib Suci merupakan puncak liturgi hari ini. Perayaan dipimpin
oleh Imam Selebran dengan tiga seruan: “Lihatlah kayu salib….” dan membuka
selubung satu per satu (dari tiga tali ikatan). Penghormatan dilaksanakan juga
secara pribadi oleh umat, setelah Imam dan para petugas melakukannya. Dapat
satu per satu atau serentak bersamaan jika banyak umat hadir (jadi, tidak harus
memperbanyak jumlah salib untuk dihormati!). Selama ritus ini lagu-lagu bertema
kesengsaraan dapat dinyanyikan.
e. Ritus Komuni diawali dengan mempersiapkan altar dan meletakkan sibori-sibori
berisi Tubuh Kristus dan diakhiri dengan Doa yang dilanjutkan dengan doa untuk
umat (Ritus Penutup).
f. Ritus Penutup: Imam menutup perayaan ini dengan mengulurkan kedua tangannya
ke atas jemaat (= Berkat, tapi bukan dengan tanda salib besar). Lalu
dilanjutkan dengan perarakan keluar dalam keheningan atau membiarkan tetap
dalam suasana “merenung dan berdoa”, berjaga-jaga lagi hingga malam!
E. SABTU SUCI: SAAT ISTIRAHAT, TENANG, DAMAI
1. Makna:
Dengan berdoa dan berpuasa, seraya menantikan kebangkitan Kristus, Gereja
seakan berada di makam-Nya, sedang merenungkan kesengsaraan dan wafat serta
turunnya Kristus ke alam maut. Hari kedua dalam Trihari Paskah ini melambangkan
juga saat istirahat Allah (sabat), maka sebaiknya suasana tenang dan damai
justru mewarnai hari ini.
2. Ketentuan liturgis:
a. Dilarang mengadakan Perayaan Ekaristi.
b. Komuni kudus hanya diberikan untuk bekal suci (viatikum).
c. Dilarang merayakan Sakramen Perkawinan maupun Sakramen-sakramen lainnya,
kecuali Sakramen Rekonsiliasi/Tobat dan Pengurapan Orang Sakit.
d. Umat diharuskan mengadakan upacara sabda atau devosi yang sesuai dengan
misteri yang dirayakan pada hari ini (Kristus wafat!). Sangat dianjurkan untuk
mengadakan (ofisi) Ibadat Bacaan dan Ibadat Pagi bersama umat di gereja paroki.
F. MINGGU PASKAH: MISA MALAM PASKAH DAN MISA KEBANGKITAN KRISTUS
I. MISA MALAM PASKAH
1. Makna:
Malam ini Gereja berjaga dalam doa (Latin:vigili, Jawa: tuguran, tirakat)
dengan merayakan suatu liturgi agung untuk mengenangkan saat-saat Tuhan bangkit
dari kematian. Gereja sesungguhnya sedang menantikan kedatangan Tuhan kembali.
Inilah “bunda dari segala malam tirakat (vigili)”. Suatu malam pembebasan,
seperti ketika bangsa Israel tetap berjaga-jaga menantikan Tuhan yang akan
lewat dan membebaskan mereka dari penindasan bangsa Mesir. Malam Tuhan lewat
(pesach) yang dikenangkan bangsa Israel setiap Tahun itu melambangkan saat
kebangkitan Kristus (Paskah), malam pembebasan sejati, saat Kristus bangkit
sebagai pemenang atas maut. Gereja juga memperingatinya setiap tahun.
2. Ketentuan liturgis:
a. Perayaan berlangsung pada malam hari. Tidak boleh sebelum matahari terbenam
dan harus selesai sebelum fajar Hari Minggu.
b. Warna liturgi: putih atau kuning emas.
c. Tata cara perayaan liturgis Malam Paskah tidak boleh diubah oleh siapa pun
atas inisiatif sendiri (lihat no. 3. Susunan liturgi).
d. Nyanyian-nyanyian Mazmur Tanggapan jangan diganti dengan lagu-lagu lain,
apalagi lagu yang tidak berkaitan dengan Bacaan sebelumnya.
3. Susunan liturgi:
- Ritus Cahaya (Lucernarium): Tanda Salib dan Salam, Kata Pengantar, Pemberkatan
Api Baru, Pemberkatan Lilin Paskah, Perarakan Lilin Paskah, Madah Pujian Paskah
(Exultet).
- Liturgi Sabda: Bacaan I, Mazmur Tanggapan, Doa 1 - Bacaan II, Mazmur
Tanggapan, Doa 2 - Bacaan III, Mazmur Tanggapan, Doa 3 - Bacaan IV, Mazmur
Tanggapan, Doa 4 - Bacaan V, Mazmur Tangggapan, Doa 5 - Bacaan VI, Mazmur
Tanggapan, Doa 6 - Bacaan VII, Mazmur Tanggapan, Doa 7 - Madah Kemuliaan, Doa
Pembuka - Bacaan Epistula, Alleluia Agung, Mazmur Tanggapan - Bacaaan Injil,
Alleluia - Homili.
- Liturgi Baptis: Litani Orang Kudus, Pemberkatan Air Baptis, Pembaruan Janji
Baptis (: Penolakan Setan dan Pengakuan Iman), [Percikan: jika tidak ada calon
baptis maka jemaat direciki dengan air baptis tadi], Pembaptisan, Pengenaan
Pakaian Putih, Penyalaan Lilin Baptis, Perayaan Krisma.
- Liturgi Ekaristi
- Ritus Penutup
4. Bacaan:
a. Kejadian 1:1-2:2: Kisah penciptaan.
b. Kejadian 22:1-18: Iskak dikorbankan.
c. Keluaran 14:15-15:1: Penyeberangan Laut Merah.
d. Yesaya 54:5-14: Yerusalem baru.
e. Yesaya 55:1-11: Perjanjian abadi.
f. Barukh 3:9-15, 32-4:4: Kebijaksanaan telah datang di bumi.
g. Yehezkiel 36:16-17a,18-28: Hati yang baru.
h. Surat Paulus: Roma 6:3-11: Kristus telah bangkit dan akan hidup abadi.
i. Injil: Kristus bangkit.
Tahun A: Matius 28:1-10; B: Markus 16:1-8; C: Lukas 24:1-12
5. Unsur khas:
a. Pemberkatan api baru dan Lilin Paskah dapat dilakukan di luar atau di dalam
gedung gereja. Sebaiknya terpisah dari gedung gereja. Sementara, suasana
sekitar adalah gelap, demikian juga di dalam gedung gereja tempat perayaaan
selanjutnya akan berlangsung. Sebelum dinyalakan Lilin Paskah diberkati oleh
Imam Selebran dengan beberapa peneraan simbol /Omega; Milik-Nyalah segalaWpadanya: Kristus, Awal dan Akhir (A/Alpha – masa… (Tahun); luka-luka kudus-Nya (lima biji
paku dupa). Baru kemudian dinyalakan dari api baru: “Semoga cahaya Kristus yang
bangkit mulia menghalaukan kegelapan hati dan budi kita.” Akhirnya, diakon atau
imam selebran sendiri membawa Lilin itu dalam perarakan. Ia melagukan “Cahaya
Kristus/Kristus cahaya dunia”. Umat menjawab “Syukur kepada Allah. Lalu ia
berjalan ke dalam gedung gereja, dan berhenti di tengah, lalu melagukan lagi
“Cahaya Kristus”. Lilin-lilin para putera altar dan petugas liturgi lainnya
dinyalakan dari api Lilin Paskah. Kemudian ia berjalan lagi ke depan altar dan
melagukan lagi “Cahaya Kristus”. Barulah semua lilin umat dinyalakan lewat
lilin-lilin para petugas tadi. Lampu-lampu gereja dapat mulai dinyalakan.
Setelah itu Lilin Paskah ditempatkan pada tempatnya dan didupai. Lilin Paskah
yang memimpin perarakan itu melambangkan tiap api yang memimpin bangsa Israel
ketika berjalan di waktu malam di padang gurun, setelah keluar dari tanah
Mesir. Kita pun mengikuti Kristus (Lilin Paskah) yang telah bangkit itu.
b. Madah Pujian Paskah dinyanyikan oleh diakon, Imam, atau jika mereka tidak
bisa menyanyi boleh diganti oleh seorang awam yang bisa menyanyi dengan baik
dan indah. Madah ini mau mengungkapkan seluruh Misteri Paskah dalam konteks
sejarah keselamatan.
c. Jumlah semua bacaan yang harus dibacakan adalah 9 (sembilan). Namun jika ada
alasan pastoral, tidaklah harus semuanya dibacakan. Minimal 3 (tiga) bacaan
dari KS Perjanjian Lama (tak boleh dihilangkan: dari Kitab Taurat, Para Nabi,
dan Keluaran 14) dan 2 (dua) bacaan dari KS Perjanjian Baru (Epistula dan
Injil). Bacaan-bacaan itu melukiskan sejumlah karya yang mengagumkan dalam
sejarah keselamatan. Misteri Paskah Kristus dipaparkan mulai dari Musa, para
Nabi, hingga Kristus sendiri dan kesaksian para rasul-Nya. Diharapkan dengan
mendengarkan, jemaat dapat merenungkan semua itu dan ikut menanggapinya lewat
nyanyian-nyanyian Mazmur Tanggapan, saat-saat hening dan doa-doa Imam.
d. Madah Kemuliaan dan Doa Pembuka diadakan setelah Bacaan-bacaan dari KS
Perjanjian Lama. Lonceng-lonceng gereja boleh dinyanyikan selama Madah
Kemuliaan, asal tidak mengganggu keindahan nyanyian itu sendiri (tergantung
kebiasaan setempat).
e. Alleluia Agung dinyanyikan 3 (tiga) kali oleh Imam. Biasanya setiap Alleluia
mendapat nada berbeda dan menaik. Setiap kali umat mengikutinya.
f. Pemberkatan Air Baptis dapat dilakukan Imam Selebran dengan cara mencelupkan
Lilin Paskah ke dalam bejana baptis itu, atau hanya dengan menyentuh air dengan
tangan kanan, masing-masing diiiring doa.
g. Pada waktu Pembaruan Janji Baptis, jemaat kembali menyalakan lilin-lilin
mereka dari api Lilin Paskah. Lilin-lilin itu dimatikan lagi setelah Percikan,
atau setelah Pengakuan Iman, jika ada yang akan dibaptis pada malam itu.
h. Pembaptisan dapat dilakukan di depan altar atau di tempat bejana. Para calon
baptis didampingi emban baptisnya. Emban baptislah yang akan mengenakan
pakaian/kain putih dan lilin baptis kepada baptisan baru (neofit) yang
diberikan oleh Imam.
i. Perayaan Sakramen Krisma idealnya langsung diberikan untuk baptisan dewasa.
Kalau demikian, maka si baptisan-baru akan mengalami Sakramen Inisiasi yang
lengkap, karena setelah ini akan untuk pertama kalinya mengambil bagian secara
penuh dalam Liturgi Ekaristi sebagai anggota Gereja yang baru.
j. Berkat meriah dengan “Alleluia” panjang.
II. MISA KEBANGKITAN KRISTUS
1. Makna:
Gereja merayakan kebangkitan Kristus dengan penuh sukacita. Dalam Minggu Agung
(St. Atanasius) ini diadakan misa-misa pertama yang mengawali Masa Paskah. Hari
ini sudah dihitung sebagai Hari Minggu Paskah I, awal Masa Paskah yang akan
berakhir pada Hari Raya Pentakosta, 50 hari kemudian. Namun demikian, masa
Trihari Paskah sendiri baru berakhir setelah Ibadat Sore II hari Mingggu itu.
2. Ketentuan liturgis:
a. Misa Hari Raya Paskah harus dirayakan semeriah mungkin.
b. Warna liturgi: putih atau kuning emas.
c. Sebaiknya Ritus Tobat diisi dengan Percikan air baptis yang baru saja
diberkati pada Misa Malam Paskah. Pernyataaan Tobat (“Saya Mengaku” atau “Tuhan
kasihanilah”) diganti Percikan itu.
d. Tempat air suci di pintu-pintu gereja pun sebaiknya diisi dengan air yang
diberkati pada Misa Malam Paskah.
e. Lilin Paskah sudah diletakkan di dekat altar atau mimbar. Tidak perlu diarak
lagi seperti pada Ritus Cahaya pada Misa Malam Paskah. Selama Masa Paskah Lilin
Paskah diletakkan di sana. Setelahnya disimpan di tempat pembaptisan
(baptisterium, jika ada) atau di tempat lain yang aman, guna keperluan
pembaptisan dan upacara pemakaman mendatang.
3. Susunan liturgi:
- Ritus Pembuka: Tanda Salib dan Salam, Kata Pengantar, Percikan (Vidi aquam),
Madah Kemuliaan, Doa Pembuka.
- Liturgi Sabda: Bacaan I, Mazmur Tanggapan - Bacaan II, Sekuens Paskah
(Victimae paschali) - Bait Pengantar Injil (Alleluia), Bacaan Injil, Alleluia -
Homili - [Pembaruan Janji Baptis: jika di sini maka Percikan pun tidak di
bagian Ritus Pembuka tetapi setelah Pembaruan Janji ini] Pengakuan Iman (Credo)
- Doa Umat.
- Liturgi Ekaristi
- Ritus Penutup
4. Bacaan:
a. Kisah Rasul 10:34a.37-43: Makan dan minum bersama Yesus yang bangkit.
b. Kolose 3:1-4: Usaha selalu ke arah hidup Kristus.
c. Yohanes 20:1-9: Yesus harus bangkit dari alam maut.
5. Unsur khas:
a. Percikan dengan air baptis yang diberkati pada Malam Paskah dapat dilakukan
dalam [1] Ritus Pembuka atau [2] sebagai penutup ritus Pembaruan Janji Baptis
(setelah Homili). Yang pertama lebih dianjurkan daripada yang kedua.
b. Sebagai Hari Minggu yang amat istimewa, maka hendaknya liturgi hari ini
sungguh-sungguh dipersiapkan (petugas, musik, doa, dekorasi, dsb) dan dijadikan
acuan bagi hari-hari Minggu yang lainnya.
c. Berkat meriah dengan “Alleluia” panjang.
Bagi yang berminat untuk mendalami lebih jauh seluk-beluk perayaan liturgis
Pekan Suci dan Trihari Paskah kami anjurkan menimba sendiri dari beberapa buku
berikut ini, yang juga telah kami acu untuk tulisan ini.
1. CONGREGATIO PRO CULTO DIVINO. Missale Romanum. Vatican: Typis Polyglottis
Vaticanis, 1970.
2. ___________. Circular Letter Concerning the Preparation of the Easter
Feasts. Roma, 16 Januari 1988.
3. GANTOY, Robert dan SWAELES, Romain (eds). Days of the Lord: The Liturgical
Year. Volume 2: Lent. Collegeville, MN: The Liturgical Press, 1993.
4. ___________. Days of the Lord: The Liturgical Year. Volume 3: Easter
Triduum-Easter Season. Collegeville, MN: The Liturgical Press, 1993.
5. HUCK, Gabe. The Three Days: Parish Prayer in the Paschal Triduum. Chicago:
Liturgy Training Publications, 1992.
6. KOMLIT KWI. Bina Liturgia 2E: Pedoman Tahun Liturgi dan Penanggalan Liturgi.
Jakarta: PD Penerbit Obor, 1988.
7. KOMLIT REGIO JAWA-BALI-LAMPUNG. Pedoman Lingkaran Paskah. Keuskupan Malang,
1999.
8. NOCENT, Adrian. The Liturgical Year II: Lent and Holy Week. Collegeville,
MN: The Liturgical Press, 1977.
9. __